Berawal dari kabar tidak mengenakkan, mengenai banyaknya siswa SMU yang tidak mampu lolos dalam Ujian Akhir, kalo jaman saya sekolah dulunamanya EbTaNas. Kesimpulan dari apa yang telah dipelajari selama menjadi siswa ditentukan dalam Ujian Akhir, mungkin itu maksud dari ujian itu, “kamu lulus apa tidak” that the point.
Nah kini yang menjadi pertanyaan saya nih, kenapa ya standar nilai untuk kelulusan kalo ndak salah sekarang 5.25, padahal jaman saya dulu kalo ndak salah 6.0, apa benar-benar mulai sorry bodoh ya, standar seharusnya kan naik, seiring kualitas pendidikan yang katanya naik itu.
Nilai uijan sesungguhnya memberikan cerminan penguasaan siswa atas mata pelajaran. Nah mata pelajaran ini di dapat dari mana? Tentunya dari kurikulum yang dicanangkan pemerintah. Belajar siswa sesungguhnya dlakukan setiap hari, karena sekolahnya juga setiap hari. Kalau kita bermain statistik, tentunya segera ketahuan dong kelemahan siswa akan mata pelajaran tertentu, oooo ternyata kamu kurang menguasai Matematika, itu contoh. Jadi pengajar segera membantu siswa nya yang kesulitan akan pelajaran tersebut.
Ada banyak faktor, sebenarnya. Apabila saya orang awam lihat, proses pembelajaran pada sekolah banyak di antaranya yang masih one way direction, alias jalan satu arah, alias pengajar hanya datang saat jam mengajar dan menjejalkan pelajaran-pelajaran, memberikan soal yang notabene ada di handbook mereka, lalu memberikan nilai dicocokan dengan kunci jawaban, setelah itu? Terserah mau nilai siswa baik apa buruk, yang penting saya sudah mengajar, bagi bpk atau ibu guru jangan tersinggung ya, kalau anda tidak demikian tentunya setuju dengan pendapat saya. Karena apa? karena saya menulis di atas sudah bertanya kesana-kemari dan hasilnya cukup mencengangkan. Keponakan saya yang baru saja lulus SMEA bercerita, ada guru yang kalau ngajar, datang ke kelas buka buku lalu dibacakan buku itu pelan-pelan, kalimat demi kalimat, dan menyuruh siswanya mencatat, begitu sampai jam selesai.
Tidak hanya faktor pengajar saja yang menjadi tolok ukur nilai, system pendidikan juga perlu ditinjau ulang, merefisi bagian mana dari regulasi itu yang kurang menyentuh siswa, tidak hanya memperhatikan proyek pembangunan gedung dan fasilitas, tetapi juga harus ada proyek membangun siswa dalam arti sesungguhnya. Kiprah jajaran Kependidikan patut kita acungin jempol, bergulirnya kurikulum2 yang terus diperbarui, menjadi wacana publik bahwa Kependidikan pun sudah bekerja maksimal, tapi kog masih banyak yang ga lulus ya
Sebenarnya banyak siswa yang bodoh kalau hanya menilik dari nilai, nilai yang saya maksud adalah 4, 5, 6, 7, karena apa? Kejadian di tempat saya seorang siswa SMK jurusan elektronik, keseharian dia usaha sambilan di rumah, bikin CD player kalau ada pemesan, bikin Soud System ( kalau urusan sound system dia jagonya ) karena banyak sekali pemesan untuk yang satu ini. Tapi kejadian tahun ini dia TIDAK LULUS.
Intinya, adakah korelasi atau hubungan baik antara Nilai dengan Proses belajar sehari-hari di sekolah, atau bahkan bisa jadi Belajar Vs Nilai, kalau begini masalahnya, urusan ga selesai-selesai deh
Jangan heran sob...pendidikan di indonesia kadang juga bikin bingung aja...Orang cerdas kadang ga lulus sedangkan orang yang memiliki tingkat IQ yang sedikit lebih rendah bisa lulus padahal kadang waktu ujian jawab soal ujian mengandalkan tebakan dari kancing baju aja...Mungkin pendidikan di Indonesia berdasarkan nasib aja...