Tim peneliti dari Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada menemukan puluhan pecahan kaca, keramik, dan gacuk di kawasan Candi Dieng, Jawa Tengah. Temuan itu penting untuk mengungkap hubungan perdagangan Mataram Kuno.
Ketua Jurusan Arkeologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Inayah Adrisiyanti menuturkan, pecahan keramik China yang ditemukan diperkirakan berasal dari Dinasti Tang sekitar abad ke-9. Adapun pecahan kaca berwarna khas biru dan hijau diperkirakan dari Persia.
"Temuan itu sangat penting, karena menunjukkan ada kehidupan di luar ritus upacara di kawasan Dieng," kata Inayah, Sabtu (12/6/2010).
Kawasan Candi Dieng, yang terletak pada ketinggian sekitar 2.000 meter di atas permukaan laut dan berada di Kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara, dikenal sebagai kawasan religius. Sesuai namanya, Dieng ("di" berarti gunung atau tempat, dan "hyang" berarti dewa), di kawasan itu terdapat beberapa candi Hindu. Nama candi sesuai dengan tokoh wayang Purwa dalam Mahabarata, seperti Candi Arjuna, Candi Bima, Candi Semar, dan Candi Gatotkaca.
Tiga titik
Mahirta, dosen dan Ketua tim penelitian di kawasan percandian Dieng, mengatakan, proses ekskavasi temuan dilakukan di tiga titik, yaitu di sekitar tangga masuk Museum Dieng Kailasa, daerah sumur tua, dan bangunan Darmasala bagian barat.
Setelah dilakukan penggalian tanah dengan kedalaman 50-175 sentimeter, di tiga lokasi itu ditemukan pecahan keramik, gacuk (tiruan mata uang yang dipakai dalam upacara keagamaan), dan pecahan kaca.
Melihat karakteristiknya, lanjut Mahirta, pecahan keramik dan gacuk diduga berasal dari Dinasti Tang yang berkuasa di China bagian utara pada abad ke-9. "Keramik sejenis ditemukan pada kapal yang karam di sekitar perairan Belitung," kata Mahirta. Adapun pecahan kaca, dari warna dan karakteristiknya, diduga berasal dari Persia.
Penemuan tersebut, lanjut Mahirta, sangat penting karena memperkuat dugaan Mataram Kuno sudah menjalin perdagangan secara internasional yang melibatkan kawasan Timur Tengah dan China. Barang yang diperdagangkan, bahkan, masuk ke pedalaman, seperti dataran tinggi Dieng.
Arkeolog dari National University of Singapore, John Norman Miksic, mengatakan, selama ini peninggalan prasasti di Indonesia lebih banyak bercerita tentang agama dan pemerintahan. Aktivitas perdagangan sangat jarang disinggung sehingga data mengenai hal itu sangat minim. Padahal, aktivitas perdagangan internasional bisa jadi memiliki pengaruh besar bagi perkembangan kerajaan.
"Temuan ini memberikan data yang paling lengkap tentang luasnya jangkauan perdagangan saat itu," kata kata Miksic.[kompas]
Ketua Jurusan Arkeologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Inayah Adrisiyanti menuturkan, pecahan keramik China yang ditemukan diperkirakan berasal dari Dinasti Tang sekitar abad ke-9. Adapun pecahan kaca berwarna khas biru dan hijau diperkirakan dari Persia.
"Temuan itu sangat penting, karena menunjukkan ada kehidupan di luar ritus upacara di kawasan Dieng," kata Inayah, Sabtu (12/6/2010).
Kawasan Candi Dieng, yang terletak pada ketinggian sekitar 2.000 meter di atas permukaan laut dan berada di Kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara, dikenal sebagai kawasan religius. Sesuai namanya, Dieng ("di" berarti gunung atau tempat, dan "hyang" berarti dewa), di kawasan itu terdapat beberapa candi Hindu. Nama candi sesuai dengan tokoh wayang Purwa dalam Mahabarata, seperti Candi Arjuna, Candi Bima, Candi Semar, dan Candi Gatotkaca.
Tiga titik
Mahirta, dosen dan Ketua tim penelitian di kawasan percandian Dieng, mengatakan, proses ekskavasi temuan dilakukan di tiga titik, yaitu di sekitar tangga masuk Museum Dieng Kailasa, daerah sumur tua, dan bangunan Darmasala bagian barat.
Setelah dilakukan penggalian tanah dengan kedalaman 50-175 sentimeter, di tiga lokasi itu ditemukan pecahan keramik, gacuk (tiruan mata uang yang dipakai dalam upacara keagamaan), dan pecahan kaca.
Melihat karakteristiknya, lanjut Mahirta, pecahan keramik dan gacuk diduga berasal dari Dinasti Tang yang berkuasa di China bagian utara pada abad ke-9. "Keramik sejenis ditemukan pada kapal yang karam di sekitar perairan Belitung," kata Mahirta. Adapun pecahan kaca, dari warna dan karakteristiknya, diduga berasal dari Persia.
Penemuan tersebut, lanjut Mahirta, sangat penting karena memperkuat dugaan Mataram Kuno sudah menjalin perdagangan secara internasional yang melibatkan kawasan Timur Tengah dan China. Barang yang diperdagangkan, bahkan, masuk ke pedalaman, seperti dataran tinggi Dieng.
Arkeolog dari National University of Singapore, John Norman Miksic, mengatakan, selama ini peninggalan prasasti di Indonesia lebih banyak bercerita tentang agama dan pemerintahan. Aktivitas perdagangan sangat jarang disinggung sehingga data mengenai hal itu sangat minim. Padahal, aktivitas perdagangan internasional bisa jadi memiliki pengaruh besar bagi perkembangan kerajaan.
"Temuan ini memberikan data yang paling lengkap tentang luasnya jangkauan perdagangan saat itu," kata kata Miksic.[kompas]
Tags:
Arkeologi
wah bisa jadi tempat wisata n cagar budaya yang bagus
Temuan yang amat penting dalam mengungkap sejarah kuno di Indonesia. Hubungan 'perdagangan' internasional dengan China dan Persia ternyata telah dilakukan sejak lama. Persia dan China memang negeri yang hebat. Sekarang China telah menjadi raksasa ekonomi dunia yang baru. Sedang negara Iran telah menunjukkan kemajuannya di bidang energi nuklir, telekomunikasi dan militer. Kapan Indonesia dapat seperti mereka ? Indonesia bisa!